Senin, 02 April 2012

Tentang Ayahku


            Kursi kayu yang sudah tambal sulam ini adalah teman terbaikku ketika datang senja. Kursi ini sudah menemaniku sejak kecil. Sebenarnya ini milik ayahku, ayah yang aku banggakan. Dulu ketika datang senja, aku dipangku ayah sambil belajar menebak teka-teki darinya. Saat ini ketika ayah sudah menginjak usia kepala lima, ia masih saja mengajakku bermain teka- teki atau sekedar bercerita lucu.
            “ketika ada acara riungan ada seorang anak yang kelaparan, di depannya di sediakan kue. nah waktu itu listriknya tiba tiba mati, tapi tak lama. Kemudian tiba waktunya membaca tahlil, eh ada bapak-bapak yang liat kepala anak itu ada darah mengalir dari pecinya  bapak-bapak itu kaget terus nanya ke anak itu. ‘Kepala kamu berdarah de, kena apa?’ menurut kamu anak itu jawab apa nong?” Tanya ayahku suatu sore.
            “gat au, emang dia jawab apa?”
            “dia jawabnya gini ‘bukan darah tapi kelepon’” jawab ayah dengan gerakan tahlil. Aku sontak tertawa. Ini hanya sebagian kecil memori yang diberikan oleh beliau kepadaku. Ia seorang ayah pekerja keras, siang malam selalu mencari nafkah untuk kami. Ia tak pernah mengeluh dan taat beragama. Dia adalah ayah terbaik diseluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar